Maybe on the other side

Maybe on the other side of reality
You and I, are on unity
We are happy, free from the scrutiny
Live the life in sincerity

Maybe on the other side of reality
We do everything together, on close proximity.
Sharing endlessly as if life was an eternity
No regret, not having any thing to worry

Maybe on the other side of universe
I don’t have to feel awake when i close my eyes to take a break
I don’t have to be a whisper when i need to be a screamer
I don’t have to find a shadow just to find place to cast my sorrow

Maybe on the other side

Sidoarjo
Rahmatullah Barkat

Berdiri sendiri

Aku tadinya ingin mengajakmu
Duduk di sebelah ku, berdua menikmati senja
Cukup lihat batas langit dan laut itu bertemu
dan kita tak perlu berkata apa apa

Aku tadinya ingin mengajakmu
Ke tempat paling nyaman untuk melihat senja
Cukup duduk di pasir yang menjadi alasnya
dan kita tak perlu mengkhawatirkan apa-apa

Aku tadinya ingin mengajakmu
Di depan senja sempurna, kita ekspresikan cinta yang sederhana
Cukup saling bersandar di bawah langit biru merah
dan kita ciptakan kenangan bahagia, untuk dipakai bernostalgia

Namun, apa daya, aku tahu aku tak bisa
Dimana takdir membawa, di situlah justru kita terpisah
Agenda bertelanjang kaki, berdua nikmati angin yang menerpa
Sambil melihat langit yang jingga, akhirnya sebatas wacana

Kini.. aku berdiri sendiri, menyaksikan hitam perlahan menyelimuti
Langit yang tadinya biru, awan yang tadinya putih
Hati yang semula luluh, senyum yang semula berseri-seri
Semua karena pilihanmu, untuk berpisah sampai di sini

Di laguna, yang tak sempat membuat kita terlena

Surabaya, 12 Februari 2020
Rahmatullah Barkat

Rindu Pada Kita

Tidak sampai hujan, rindu itu sudah mengguyur
Mencegah raga beranjak, dalam diam kutersungkur.
Kutatap langit, ternyata mendung. Tapi bukan dengan mata.
Mungkin panca roba itu sedang melanda, apa yang ada di dada.

Tiba tiba saja aku rindu. Pada mu, pada kita.
Bukan seperti kehilangan rasanya, namun sebaliknya.
Kumelihat matamu yang bulat, lekat dan dalam.
Justru saat aku menutup mata, gelap dan hitam.

Tulisan ini, bisa saja tak akan pernah kau baca.
Rindu ini, bisa saja tak akan pernah kau rasa.
Namun kutak peduli, rasa ini terasa nyata.
Nyaman, menyiksa, bergantian menyapa.

Aku rindu.
Padamu, pada kita.
Pada api yang membakar, menguapkan nafas kita.
Pada dingin yang mengkristal, kita terlelap bersama.

Aku rindu.
Pada kita.
Saat kita bercerita.
Saat kita bercinta.

Surabaya, 20 Januari 2020.
Rahmatullah Barkat.

Tiap-tiap

Tiap titian pengalaman
Antara raga, tak jarang kita ciptakan
Gesekan, tubrukan, bahkan cacian
Hingga lahirnya isak tangisan

Tiap dentuman jam tangan
Melewati waktu menjadi sebuah perjuangan
Dingin tanpa dekapan nyaman
Sepi tanpa bertukar percakapan

Namun, tiap rintisan hujan,
Kutemukan kita dalam angan,
Perjalanan ini, kita sepakat bagi sepadan
Baik buruknya makanan, sama-sama kita telan

Jangan lagi, tiap luka akibat serpihan perbedaan
Lekas kita tutupi perban
Dibiarkan sembuh sendiri, pelan-pelan
Tanpa dicegah dan dipikir sampai ke depan

Pujaan, bisakah kuajak kita belajar berbarengan?
Meredam ego dalam dada, memaafkan kesilapan
Meski luka kita masih menganga, remukkan perasaan
Masih ada berjuta-juta harapan yang belum kita wujudkan

Surabaya, 19 September 2019
Rahmatullah Barkat

Apakah kamu bahagia?

Pagi ini, seorang kawan lama mengontak
Apakah kamu bahagia?
Sekonyong pertanyaan itu menyeruak
Aku tersedak, tersentak, meski tanya itu terdengar biasa

Kucoba mencari dalam hati, ada gejolak
Apakah ada bahagia?
Bila dijawab iya, rasanya terdengar terlalu congkak
Bila dijawab tidak, terdengar kurang bersyukurkah?

Lantas, jawaban apa yang masih jujur dan layak?
Rasanya lebih sederhana menjawab tanpa kata,
Membiarkan jawaban dari rona yang tampak
Tapi kuyakin dia bingung, tak akan dia temukan ekspresi apa-apa

……

Summer has come and passed
The innocent can never last
Wake me up when September ends

……

As my memory rests
But never forgets what I lost
Wake me up when September ends

……


Di tengah lantunan, kutemukan jawabannya,

Raut ini hanya lelah,

Tubuh ini ingin rebah,

Mengurai gerah, gundah, keluh dan kesah

……

Terima kasih telah bertanya

Teringat tentangmu.

Teringat tentangmu, tentang wajahku
Dalam dekapan hangat, kita melaju
Kau berkata : kamu cinta pertamaku..

Dan aku tersenyum puas; aku tidak akan melupakan itu

Teringat tentang hujan, tentang kita
Dalam air menerpa, kita bersama
Kau memegang dadamu dengan tanganku : sayang, hanya kamu disini yang ada
Dan aku tersenyum simpul; aku tidak akan lupa, bagaimana caramu mengungkapkannya

Teringat tentang terang, tentang mendung
Dalam keduanya, kita saling bersandar dan bergantung
Kau memberiku semangat : kamu bisa, aku akan selalu mendukung
Dan aku terperanjat; aku tahu karena ada kamu, aku beruntung

Teringat tentang cobaan, tentang jurang ini
Dalam usaha melewati, kita saling mengobati
Kau memberikan sebuah kecupan kening : i love you
Dan aku merangkum dalam diam, aku juga cinta kamu, sampai mati

Lanjutkan membaca Teringat tentangmu.

Untuk bunga dan lebah.

/1/
Aku tahu kamu mencintaiku
Seperti embun yang selalu membasuh daun dikala pagi
Namun menjelang pertengahan, kau selalu hilang diserap panasnya sang mentari
Memberiku kesegaran, namun tak pernah abadi

/2/
Aku tahu kamu menyayangiku
Layak sebuah bunga yang selalu menyiapkan setumpuk serbuk sari
Namun nyatanya, para lebah selalu datang untuk mencuri
Menumpukkan harapan, namun tak pernah kunikmati

Lanjutkan membaca Untuk bunga dan lebah.